Mengapa nilai
EBTANAS sampai UN Bahasa Indonesia selalu mendapatkan nilai paling terkecil
diantara pelajaran yang lain.
Sulthan Salman
Al-Farisy
Pendidikan Bahasa
Jerman 1B, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung
Indonesia
abank.salman@gmail.com
ss.alfarisy@student.upi.edu
Abstrak
Makin meningkatnya percampuran budaya atau perbedaan budaya yang terdapat
di Negeri menjadi salah satu alasan yang kuat mengapa nilai ebtanas sampai UN
mengapa pada pelajaran Bahasa Indoenesia selalu menjadi yang terkecil diantara
pelajaran yang lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan
solusi bagaimana cara menangani permasalahan yang didapat, menganalisa dengan
cara dari beberapa sumber pelaku ebtanas dan UN dengan mengajukan pertanyaan
yang berasal dari jawaban mereka. Berdasarkan hasil uji coba, penggunaan
analisa dapat ditemukan sebuah kesimpulan bahwa mereka lebih mengikuti apa yang
diri mereka mau dan mengikuti kepada hal yang lebih penting menurut mereka.
1 1. Pendahuluan
Saat ini, sebagian
besar orang menggunakan Bahasa Indonesia yang tidak baku atau tidak sesuai
dengan bahasanya itu sendiri. Oleh karena itu, kita mencari solusi bagaimana untuk
memberikan informasi untuk menyukai pelajaran bahasa indonesia yang tepat dan akurat.
Salah satu contoh mengapa Bahasa Indonesia disepelekan atau peserta terdidik
merasa pelajaran Bahasa Indonesia tak perlu belajar karena dia sudah sering
berbicara dengan menggunakannya tetapi nilai malah paling kecil diantara yang
lain.
2.
Tinjauan Pustaka
Dalam membangun spekulasi dan prespektif peserta didik
menjadi menyukai kedalam bahasa indonesia ada beberapa hal yang harus ada.
[Buku Psikologi untuk Guru] Pertama, kita liat soal-soal yang berada diebtanas
atau di UN, seiring berjalannya waktu dari ebtanas hingga UN semakin saja soal
penuh dengan hal yang bertele-tele seperti pengajuan pada soal paragraf yang
terlalu mengecoh dan membuat-buat kalimat yang tidak terlalu berhubungan dengan
pertanyaan [Soal UN Bahasa Indonesia 2014] Kedua, berbeda dari apa yang
diajarkan oleh pengajar bisa disebut lebih tidak memiliki hubungan yang terkait
terhadap apa yang diajarkan [Guru Bahasa Indonesia].
3. 3. Metode Penelitian
Metodologi yang
digunakan dalam pertanyaan ini adalah studi literatur dan penelitian lapangan.
Studi literatur diambil dari buku, sumber hidup yang terkait, artikel dan dokumentasi
yang berkaitan dengan Penaikan minat dan
nilai dalam mengerjakan Bahasa Indonesia pada soal ujian.
Sedangkan
penelitian lapangan menggunakan metode Tanya jawab dengan wawancara yang dilakukan secara tatap
muka dan wawancara melalui media sosial untuk mengetahui apakah ini
dapat lebih membantu peserta didik untuk lebih mengerti lagi mengapa Bahasa
Indonesia harus dipelajari.
4. 4. Hasil
dan Pembahasan
Wawancara dengan beberapa narasumber, dari pihak berbagai kalangan seperti
mahasiswa dan guru. Mereka beralasan mengapa nilai bahasa indonesia bisa
menurun pada setiap ujian atau yang terkecil dari yang lain, pertama alasan
mereka karena kecintaan terhadap ilmu dari pribadi masing-masing, kedua mereka
beralasan siswa atau peserta ujian terlalu menyepelekan ujian bahasa indonesia
dengan alasan “Kita sering menggunakan bahasa tersebut”, ketiga minat
dari siswa terkadang tidak terlalu diperlukan pada pelajaran tersebut jadi bisa
memungkinkan mereka berfikir itu tidak terlalu penting.
Untuk menyelesaikan masalah utama diatas, maka kita
memiliki hipotesa agar dikembangkan ini menggunakan dua pendekatan yang masih
jarang digunakan oleh soal lainnya. Pertama, dalam melakukan proses pencarian
yaitu menggunakan analisa kandungan teks Bahasa Indonesia. Kedua, dalam
penyajian hasil pencarian serta metoda memfokuskan pencarian yang menggunakan
mengerjakan soal.. Selain
itu, masing-masing soal memiliki
bobot nilai sesuai dengan nilai relevansi soal tersebut
dengan 2 siswa yang mengerjakan soal testimoni tersebut. Siswa pertama bertanya
pada soal paragraf yang panjang dan menurut saya juga terlalu bertele-tele
serta dapat mengecoh siswa untuk menjawab soal tersebut. Mereka beralasan
paragraf tersebut menerangkan terlalu banyak hal yang tidak terlalu penting
terhadap soal, lalu mereka bisa mengungkapkan itu dengan penyesalan karena
terlalu memakan waktu, alasan kedua terlalu membuat kami pusing karena
kesia-siaan tersebut. Sedangkan satu paket soal bisa kita rata-ratakan terlalu
banyak paragraf ini sedikit bisa dipahami luar kemampuan dari siswa yang memiliki
kekurangan terutama siswa disabilitas.
5. Kesimpulan
Kebutuhan akan tatanan
setiap kata itu sangat penting untuk sistem informasi yang ada saat ini. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini dikembangkan purwa rupa narasumber yaitu siswa, mahasiswa, dan guru yang dapat melakukan analisa kandungan
teks dalam suatu kalimat bahasa Indonesia, khususnya untuk mengenali inti dari
pembicaran soal yang memiliki lebih dari satu arti. Selain itu minat dari
para peserta didik tidak terlalu berhubungan kepada apa yang diminati dari
peserta didik.
6. 6. Referensi
a.
Samuel, D’ Angelo.2006. Psicology Note for Teacher.
New York.. Soal UN Bahasa Indonesia Terlalu Panjang, Siswa Tuna Rungu
Kesulitan
b.
Kompasiana, Soal UN Bahasa Indonesia Terlalu Panjang,
Siswa Tuna Rungu Kesulitan. http://regional.kompas.com/read/2014/04/16/1457200/Soal.UN.Bahasa.Indonesia.Terlalu.Panjang.Siswa.Tuna.Rungu.Kesulitan
c.
Guru bahasa inggris
d.
Mahasiswa dari jurusan Bahasa inggris
e.
Mahasiswa dari jurusan kedokteran
f.
Mahasiswa dari jurusan olahraga dan kesehatan.
g.
Siswa yang terkait dengan ujian