Senin, 05 Januari 2015

Jurnal tentang mengapa nilai Bahasa Indonesia menjadi terkecil di Ebtanas dan UN

Mengapa nilai EBTANAS sampai UN Bahasa Indonesia selalu mendapatkan nilai paling terkecil diantara pelajaran yang lain.

Sulthan Salman Al-Farisy

Pendidikan Bahasa Jerman 1B, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Indonesia

abank.salman@gmail.com
ss.alfarisy@student.upi.edu

Abstrak

Makin meningkatnya percampuran budaya atau perbedaan budaya yang terdapat di Negeri menjadi salah satu alasan yang kuat mengapa nilai ebtanas sampai UN mengapa pada pelajaran Bahasa Indoenesia selalu menjadi yang terkecil diantara pelajaran yang lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan solusi bagaimana cara menangani permasalahan yang didapat, menganalisa dengan cara dari beberapa sumber pelaku ebtanas dan UN dengan mengajukan pertanyaan yang berasal dari jawaban mereka. Berdasarkan hasil uji coba, penggunaan analisa dapat ditemukan sebuah kesimpulan bahwa mereka lebih mengikuti apa yang diri mereka mau dan mengikuti kepada hal yang lebih penting menurut mereka.


1           1.    Pendahuluan

 Saat ini, sebagian besar orang menggunakan Bahasa Indonesia yang tidak baku atau tidak sesuai dengan bahasanya itu sendiri. Oleh karena itu, kita mencari solusi bagaimana untuk memberikan informasi untuk menyukai pelajaran bahasa indonesia yang tepat dan akurat. Salah satu contoh mengapa Bahasa Indonesia disepelekan atau peserta terdidik merasa pelajaran Bahasa Indonesia tak perlu belajar karena dia sudah sering berbicara dengan menggunakannya tetapi nilai malah paling kecil diantara yang lain.

2.    Tinjauan Pustaka

Dalam membangun spekulasi dan prespektif peserta didik menjadi menyukai kedalam bahasa indonesia ada beberapa hal yang harus ada. [Buku Psikologi untuk Guru] Pertama, kita liat soal-soal yang berada diebtanas atau di UN, seiring berjalannya waktu dari ebtanas hingga UN semakin saja soal penuh dengan hal yang bertele-tele seperti pengajuan pada soal paragraf yang terlalu mengecoh dan membuat-buat kalimat yang tidak terlalu berhubungan dengan pertanyaan [Soal UN Bahasa Indonesia 2014] Kedua, berbeda dari apa yang diajarkan oleh pengajar bisa disebut lebih tidak memiliki hubungan yang terkait terhadap apa yang diajarkan [Guru Bahasa Indonesia].

3.           3. Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam pertanyaan ini adalah studi literatur dan penelitian lapangan. Studi literatur diambil dari buku, sumber hidup yang terkait, artikel dan dokumentasi yang berkaitan dengan Penaikan minat dan nilai dalam mengerjakan Bahasa Indonesia pada soal ujian.
Sedangkan penelitian lapangan menggunakan metode Tanya jawab dengan wawancara yang dilakukan secara tatap muka dan wawancara melalui media sosial untuk mengetahui apakah ini dapat lebih membantu peserta didik untuk lebih mengerti lagi mengapa Bahasa Indonesia harus dipelajari.

4.                    4.     Hasil dan Pembahasan

Wawancara dengan beberapa narasumber, dari pihak berbagai kalangan seperti mahasiswa dan guru. Mereka beralasan mengapa nilai bahasa indonesia bisa menurun pada setiap ujian atau yang terkecil dari yang lain, pertama alasan mereka karena kecintaan terhadap ilmu dari pribadi masing-masing, kedua mereka beralasan siswa atau peserta ujian terlalu menyepelekan ujian bahasa indonesia dengan alasan “Kita sering menggunakan bahasa tersebut”, ketiga minat dari siswa terkadang tidak terlalu diperlukan pada pelajaran tersebut jadi bisa memungkinkan mereka berfikir itu tidak terlalu penting.

Untuk menyelesaikan masalah utama diatas, maka kita memiliki hipotesa agar dikembangkan ini menggunakan dua pendekatan yang masih jarang digunakan oleh soal lainnya. Pertama, dalam melakukan proses pencarian yaitu menggunakan analisa kandungan teks Bahasa Indonesia. Kedua, dalam penyajian hasil pencarian serta metoda memfokuskan pencarian yang menggunakan mengerjakan soal.. Selain itu, masing-masing soal memiliki bobot nilai sesuai dengan nilai relevansi soal  tersebut dengan 2 siswa yang mengerjakan soal testimoni tersebut. Siswa pertama bertanya pada soal paragraf yang panjang dan menurut saya juga terlalu bertele-tele serta dapat mengecoh siswa untuk menjawab soal tersebut. Mereka beralasan paragraf tersebut menerangkan terlalu banyak hal yang tidak terlalu penting terhadap soal, lalu mereka bisa mengungkapkan itu dengan penyesalan karena terlalu memakan waktu, alasan kedua terlalu membuat kami pusing karena kesia-siaan tersebut. Sedangkan satu paket soal bisa kita rata-ratakan terlalu banyak paragraf ini sedikit bisa dipahami luar kemampuan dari siswa yang memiliki kekurangan terutama siswa disabilitas.

5.    Kesimpulan

Kebutuhan akan tatanan setiap kata itu sangat penting untuk sistem informasi yang ada saat ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikembangkan purwa rupa narasumber yaitu siswa, mahasiswa, dan guru yang dapat melakukan analisa kandungan teks dalam suatu kalimat bahasa Indonesia, khususnya untuk mengenali inti dari pembicaran soal yang memiliki lebih dari satu arti. Selain itu minat dari para peserta didik tidak terlalu berhubungan kepada apa yang diminati dari peserta didik.

6.                 6. Referensi

a.       Samuel, D’ Angelo.2006. Psicology Note for Teacher. New York.. Soal UN Bahasa Indonesia Terlalu Panjang, Siswa Tuna Rungu Kesulitan
b.       Kompasiana, Soal UN Bahasa Indonesia Terlalu Panjang, Siswa Tuna Rungu Kesulitan. http://regional.kompas.com/read/2014/04/16/1457200/Soal.UN.Bahasa.Indonesia.Terlalu.Panjang.Siswa.Tuna.Rungu.Kesulitan
c.       Guru bahasa inggris
d.       Mahasiswa dari jurusan Bahasa inggris
e.       Mahasiswa dari jurusan kedokteran
f.        Mahasiswa dari jurusan olahraga dan kesehatan.
g.       Siswa yang terkait dengan ujian